Kamis, 22 September 2011

Mencoba Untuk BISA

 


Saya yakin diantara kita pernah merasakan sakit hati, dikecewakan oleh "oknum" dalam sebuah perusahaan. Tentunya bermacam-macam masalahnya, dari yang berselisih dengan teman sejawat, ketidakpuasan dengan aturan yang dibuat oleh perusahaan, target kerja yang tidak kunjung tercapai sesuai yang ditargetkan, dan sebagainya. 

Saya yakin pula, bahwa diantara kita sudah sering membaca teori-teori dalam berbagai buku manajemen atau apalah istilahnya, yang dengan panjang lebar menjelaskan kiat-kiat mengatasi permasalahan di tempat kerja. Termasuk kisah-kisah inspirasi yang sering kita baca atau dengar dari berbagai sumber, yang saat itu kita bisa langsung paham dan mengena sekali.

Sepertinya kita lebih banyak terkesima dengan teori-teori atau kisah-kisah inspiratif yang dalam beberapa saat kita bisa kembali "pulih" untuk bangkit lagi dari keterpurukan "semangat" yang seringkali mengendor. Kita mungkin tidak pernah mencoba merasakan sendiri, teori-teori itu dibuat berdasarkan pengalaman seseorang. Mengapa bukan dari kita sendiri yang notabene lebih tau siapa diri kita.
Bagaimana mungkin kita bisa terinspirasi secara mendalam hanya dengan membaca. Bagaimana mungkin kita bisa menyelesaikan permasalahan kita hanya duduk termenung di kantor & sering berlanjut di rumah?. Sudah saatnya kita mengolah sendiri "resep masakan" kita. Kita harus "bergerak" memperbaiki diri. Apa yang salah dalam diri kita. "Knowledge" kita...? Skill kita...? atau "Sikap" kita sendiri...?

Pernah merasakan betapa sulitnya belajar naik sepeda?Bagi yang sudah pernah merasakan, mungkin itu yang bisa kita bayangkan, untuk bisa mencoba "sesuatu", termasuk mengatasi permasalahan yang ada di dalamnya.

Mulailah mencoba dengan "dipaksa", setelah dipaksa kita akan merasa "terpaksa" untuk melakukan apa yang akan kita coba. Selanjutnya akan jadi "terbiasa" dan lama-lama kita Insya Alloh "BISA"....
Itu semua tentunya membutuhkan waktu. Percayalah bahwa Alloh bisa membantu kita, jika kita ada niat untuk berubah.






Rabu, 07 September 2011

Kekalahan Telak


Kekalahan telak telah menimpa timnas sepakbola kita, meski hanya kalah 2 : 0 dari timnas Bahrain, tetapi kekalahan itu sangat menyesakkan. Bagaimana tidak, selain gawang timnas kita kebobolan 2 kali, ulah penonton yang kurang sportif juga ikut memperburuk citra persepakbolaan kita, yang notabene mengagung-agungkan "fair-play". Menyalakan petasan yang jelas-jelas oleh panitia sebenarnya juga sudah dilarang. Bukan sekedar itu juga, sebagai orang timur tak sepatutnya mengesampingkan kehadiran Bapak Presiden Kita "SBY" yang ikut menyaksikan pertandingan tersebut. Sudah sepantasnya kita hormati kehadiran beliau atas perhatiannya kepada timnas kita.

Pengamatan saya, sebenarnya permainan timnas Bahrain juga tidak bagus-bagus amat, biasa-biasa saja. Mungkin karena "performance" timnas kita saat iut masih di bawah standar yang kita harapkan, tak sebagus dan seindah saat piala AFC. Sebenarnya saya juga tidak banyak menuntut terlalu berlebihan. Saya berusaha untuk memahami kondisi timnas kita yang sehari sebelumnya baru kembali dari lawatannya ke Iran.Faktor kelelahan bisa jadi ikut andil. Tak hanya itu, pembentukan timnas yang masih hangat-hangatnya setelah kepengurusan PSSI yang baru dengan pelatih yang baru pula mungkin bisa pula sedikit banyak mempengaruhinya.

Terlepas dari itu semua, kita sangat mengharapkan perbaikan yang lebih serius, jika ingin lolos ke Piala Dunia 2014. Perjalanan memang masih panjang, tapi bukan berarti kita "tenang-tenang" saja. Masih ada sisa 4 kali pertandingan lagi, 2 kali kandang (melawan Iran & Qatar) dan 2 kali tandang ke Qatar & Bahrain.Kemampuan & Kemauan kita untuk menang dengan "fair-play" sangat kita harapkan. Bukan sekedar skill, strategi, teamwork & keberuntungan.Dalam kondisi terjepit, biasanya kita bisa melakukan apa saja, asal itu dilakukan dengan cara yang baik & benar.

Bravo Indonesiaku....

Lupa Kenangan Indah Ramadhan


Ramadhan bulan suci yang semestinya menjadi kenangan indah, kini hilang jejaknya. Kenangan indah saat kita lebih dekat dengan Alloh. Bisa merasakan lapar dan haus sebagaimana lapar & hausnya fakir miskin dan orang-orang terlantar di sekitar kita.

Saya ikut merasakan betapa sedihnya melihat di sekitar kita, jejak-jejak selama ramadhan kurang membekas sama sekali. Bulan yang seharusnya mendidik kita mejadi pribadi yang lebih baik, nyatanya pribadi kita belum juga membaik, bahkan mungkin lebih buruk dari sebelumnya. Seolah-olah ramadhan menjadi penjara yang memaksakan kita untuk terkekang dalam segala hal. Dan saatnya kini banyak yang beranggapan telah bebas & "balas dendam" dengan melakukan apapun yang mereka sukai. 

Mari kita benahi diri...jangan lupakan kenangan indah saat kita dekat dengan Alloh...Kita dekat Alloh dekat..Kita jauh Alloh juga jauh...